PRO KONTRA HUKUM
MATI TERSANGKA NARKOBA
Rencana pemerintah melakukan
eksekusi hukuman mati, terutama bagi dua warga negara Australia memicu beragam
respon. Eksekusi ini dinilai sebagai bentuk kedaulatan hukum, tetapi di sisi
lain dianggap tidak efektif menciptakan efek jera.
“Indonesia sudah dalam posisi yang benar, karena
kita belum merativikasi,” ujarnya dalam Dialog Kenegaraan ‘Eksekusi Mati
Terpidana Narkoba: Dampak Hukum, HAM dan Politik’ di gedung Parlemen Senayan.
Hanya saja dia, mengingatkan agar pemerintah
segera menegaskan hukuman tersebut dalam revisi UU KUHP, meski dalam UUD
pasal 28i tidak boleh mencabut hak hidup.
“Terserah bagaimana pemerintah, mau mengikuti UUD
atau tidak,”
Tapi, dia menghimbau agar secepatnya RUU KUHP
disahkan biar tidak ada hitam putih dari negara lain.
“karena ini adalah hubungan diplomatik. RUU ini
nantinya, sebagai posisi kita dalam melakukan hubungan bilateral dengan negara
lain. Tapi, untuk saat ini sebagai shock tetapi saya setuju,” tegasnya.
Berbeda dengan Romli, Koordinator Komisi Untuk
Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menilai persoalan
narkoba yang saat ini sedang ramai dibicarakan tidak harus semata-mata
dilimpahkan semuanya kepada tersangka.
Dia mencontohkan, salah satu warga asing yang juga
terpidana eksekusi mati, yang telah ditelusuri olehnya, wanita yang akan
dihukum itu hanyalah seorang kurir, tidak tahu bahwa sedang membawa Narkoba.
“Jadi kesimpulannya, enggak melulu hukuman mati
untuk narkoba, bagaimana kalau hanya kurir. Siapa yang mengizinkan itu bisa
masuk? Jadi naif saja, sebagai formalitas hukum saja, kalau ini dihukum mati
kalau Pollycarpus di bebaskan,” ungkapnya ditempat yang sama.
Untuk itu, dia meminta agar Presiden Joko Widodo
untuk lebih cermat kemabali memutuskan hukuman untuk terdakwa narkoba.
Seperti diketahui, saat ini tengah terjadi
pertentangan eksekusi mati kepada warga negara Asing oleh pemerintah
Indonesia karena kasus Narkoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar