Senin, 15 Juni 2015



PRO KONTRA HUKUM MATI TERSANGKA NARKOBA

Rencana pemerintah melakukan eksekusi hukuman mati, terutama bagi dua warga negara Australia memicu beragam respon. Eksekusi ini dinilai sebagai bentuk kedaulatan hukum, tetapi di sisi lain dianggap tidak efektif menciptakan efek jera.
“Indonesia sudah dalam posisi yang benar, karena kita belum merativikasi,” ujarnya dalam Dialog Kenegaraan ‘Eksekusi Mati Terpidana Narkoba: Dampak Hukum, HAM dan Politik’ di gedung Parlemen Senayan.
Hanya saja dia, mengingatkan agar  pemerintah segera menegaskan hukuman tersebut dalam revisi UU KUHP, meski dalam UUD  pasal 28i tidak boleh mencabut hak hidup.
“Terserah bagaimana pemerintah, mau mengikuti UUD atau tidak,”
Tapi, dia menghimbau agar secepatnya RUU KUHP disahkan biar tidak ada hitam putih dari negara lain.
“karena ini adalah hubungan diplomatik. RUU ini nantinya, sebagai posisi kita dalam melakukan hubungan bilateral dengan negara lain. Tapi,  untuk saat ini sebagai shock tetapi saya setuju,” tegasnya.
Berbeda dengan Romli, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menilai persoalan narkoba yang saat ini sedang ramai dibicarakan tidak harus semata-mata dilimpahkan semuanya kepada tersangka.
Dia mencontohkan, salah satu warga asing yang juga terpidana eksekusi mati, yang telah ditelusuri olehnya, wanita yang akan dihukum itu hanyalah seorang kurir, tidak tahu bahwa sedang membawa Narkoba.
“Jadi kesimpulannya, enggak melulu hukuman mati untuk narkoba, bagaimana kalau hanya kurir. Siapa yang mengizinkan itu bisa masuk? Jadi naif saja, sebagai formalitas hukum saja, kalau ini dihukum mati kalau Pollycarpus di bebaskan,” ungkapnya ditempat yang sama.
Untuk itu, dia meminta agar Presiden Joko Widodo untuk lebih cermat kemabali memutuskan hukuman untuk terdakwa narkoba.
Seperti diketahui, saat ini tengah terjadi pertentangan eksekusi mati  kepada warga negara Asing oleh pemerintah Indonesia karena kasus Narkoba.